
Bogor merupakan daerah terkenal dengan kearifan lokal. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya menjadi pengrajin atau pembudidaya kearifan lokal itu sendiri.
Salah satu kearifan yang masih tren di daerah tersebut adalah makanan rengginang. Jangan salah, makanan kering ini masih cukup eksis berkat rasanya yang sangat gurih dan enak.
Bahkan makanan warisan nenek moyang ini sudah digandrungi oleh pasar mancanegara. Tak sedikit warga Bogor terlibat menjadi eksportir makanan tersebut ke beberapa negara, baik itu Asia atau Eropa.
Kita bergeser ke Kampung Anyar RT03/06, Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Jika kalian berkunjung ke kampung ini akan menemukan Tampah yang tersusun rapi di halaman rumah. Tampah tersebut digunakan untuk menjemur bahan rengginang, lantaran di sana sebagian warga merupakan pengrajin rengginang yang dipasarkan secara lokal, atau ekspor.
Salah seorang pengrajin, Yeni Krisma sudah menggeluti usaha ini selama 20 tahun. “Ini kan usaha turun-temurun, jadi dulu itu kalau hari besar aja produksi agak banyaknya. Nah baru 5 tahun ini mulai serius,” katanya kepada Temumkm.com, (06/02/2025).
Rengginang yang dibuat oleh Yeni Krisma diberi nama Fawwaz Snack, penamaan itu ia ambil dari Bahasa Arab yang berarti pemenang. Yeni menjual rengginang tersebut secara online melalui e-commerce dan reseller. Dari situ lah Rengginang buatannya bisa menyentuh pasar global.
“Saya cuman penyedia barang saja, yang ekspornya pedagang saya. Ke Hongkong kirimnya,” terangnya.
Yeni mengaku tidak memilih untuk menjadi orang pertama yang mengirim makanan itu karena terkendala akses, modal cukup besar, serta pembayarannya dilakukan secara bertahap.
“Kalau prosesnya gimana saya gak tahu, karena itu pedagang saya yang ekspor. Jadi semua kardus dan packing ulangnya itu dilakukan sama dia. Saya sih gak ada akses buat ekspor. Tapi denger-denger modalnya gede dan ga langsung cair jadi harus nunggu beberapa minggu gitu,” ungkapnya.
Dalam sekali pesanan untuk ekspor itu datang, karyawannya yang terdiri dari delapan orang langsung berjibaku membuat sebanyak 500 bungkus Rengginang terasi dan ketan hitam.
“Rata-rata permintaannya itu rengginang terasi dan ketan hitam. 500 bungkus dalam satu bulan atau dua bulan,” ujarnya.
Sedangkan untuk penjualan secara lokal dalam sehari, Yeni bisa menghabiskan sebanyak 200 bungkus rengginang. Jika diakumulasikan dalam sebulan, ia bisa mengumpulkan omzet sebesar Rp 40 juta bahkan lebih.
“Bahkan waktu bulan Oktober dan November kemarin saya bisa dapat omzet Rp 60 juta sampai Rp 70 juta,” tuturnya.
Jika membandingkan penjualan secara ekspor dan non ekspor, menurut Yeni itu lebih besar non ekspor. Non ekspor dalam sehari bisa menghabiskan 200 bungkus Rengginang, sedangkan ekspor dengan permintaan 500 bungkus Rengginang, dalam kurun waktu satu bulan sekali.
“Besar saya jual di sini, kalau ekspor itu satu bulan sekali. Kalau di sini itu 200 setiap hari,” ucapnya.
REPORTER: Syahrul Himawan




